Wednesday, April 12, 2023

MERINDUKAN WAKTU YANG TIDAK AKAN DATANG

Di dalam bukunya yang berjudul “The Order of Time” (2018), Carlo Rovelli menulis:

“ […] Memory and nostalgia. The pain of absence.

But it isn’t absence that causes sorrow. It is affection and love. Without affection, without love, such absences would cause us no pain. For this reason, even the pain caused by absence is, in the end, something good and even beautiful, because it feeds on that which gives meaning to life.”

Ujaran tersebut muncul ketika Rovelli menyinggung almarhum John Wheeler, dan dilanjutkan menyinggung almarhum Bryce DeWitt. Rovelli mengenal secara personal keduanya, dan menganggap keduanya sebagai “bapak-bapak spiritual” bagi dirinya.

Wheeler dan DeWitt merupakan dua fisikawan yang untuk pertama kalinya menulis persamaan gravitasi kuantum tanpa melibatkan variabel waktu, yang saat ini dikenal sebagai “Persamaan Wheeler-DeWitt”. Apa yang digeluti Rovelli –Teori Gravitasi Kuantum Simpal– merupakan bentuk modern dari teori Wheeler-DeWitt.

Rovelli mengajukan gagasan tentang fisika tanpa waktu. Berlandas pada perkembangan capaian-capaian para fisikawan kuantum, realitas mikroskopik bisa dituliskan dalam persamaan-persamaan matematis yang tanpa melibatkan variabel waktu.

Ide tentang waktu sebenarnya berangkat dari ketidaktahuan kita, bukan dari pengetahuan kita. Waktu fisika adalah pernyataan ketidaktahuan kita tentang dunia. Waktu absolut adalah ilusi, adalah pemahaman keliru atas pengalaman kita sendiri.

Organ-organ indera kita bisa menipu. Selama ribuan tahun, banyak orang melihat dan menganggap matahari bergerak di garis edarnya, dari timur ke barat setiap hari. Tidak kurang, banyak agama mengadopsi pemahaman ini di dalam doktrin-doktrin mereka. Termasuk beberapa agama besar sekarang, yang terlanjur menuliskan gerak matahari di dalam kitab suci mereka. Ini bukan soal tafsir terhadap teks, sebagaimana pembelaan banyak orang.

Namun kemudian, orang-orang di era modern mendapati bahwa gerak matahari terhadap bumi adalah gerak semu. Adalah ilusi. Bukan matahari yang bergerak di garis edarnya dari timur ke barat, namun bumi-lah yang berputar pada porosnya. Sehingga, matahari seolah bergerak di garis edar. Demikian pula dengan konsep waktu.

Waktu dipahami oleh Aristoteles sebagai pengukuran terhadap perubahan. Jika tidak ada perubahan, maka tidak ada waktu. Newton menolak pemikiran Aristoteles, dan menganggap bahwa eksistensi waktu bersifat absolut. Waktu selalu ada. Pemahaman banyak orang juga serupa dengan pemikiran Newton ini.

Einstein menyatakan bahwa Aristoteles dan Newton sama-sama tidak salah, namun belum tepat. Ia kemudian melakukan sintesis Aristoteles-Newton. Fenomena waktu adalah nyata, namun bersifat relatif dan terjalin dengan hal lain. Persamaan-persamaan matematis Einstein tidak memiliki waktu tunggal, melainkan banyak waktu.

Sedangkan di dunia kuantum, menurut Rovelli, persamaan fundamental bisa ditulis tanpa melibatkan variabel waktu. Eksistensi waktu bisa tidak ada. Namun, ketidakhadiran waktu tersebut tidak berarti dunia yang beku dan tak-gerak. Sebaliknya, perubahan dan peristiwa terjadi di mana-mana, tanpa perlu diatur oleh waktu. Tanpa perlu ditata sepanjang garis waktu Newton ataupun sesuai geometri Einstein. Inilah jejaring peristiwa-peristiwa kuantum.

Kata Rovelli, fisika memperlihatkan bahwa struktur temporal dunia berbeda dari persepsi kita. Fisika memberi kita harapan untuk bisa mempelajari waktu secara terbebas dari kabut-kabut yang ditimbulkan oleh emosi-emosi kita.

Akan tetapi, dalam rangka pencarian tentang waktu, akhirnya kita kembali pada diri kita sendiri. Dan mungkin dimensi emosional bukanlah lapisan kabut yang menghalangi kita untuk memahami waktu secara objektif. Mungkin, emosi kita tentang waktu sebenarnya adalah apa itu waktu bagi kita.

Rovelli optimis bahwa pemahaman kita, tentang  berbagai hal, akan bertambah baik. Kita telah bisa melihat dunia tanpa waktu. Dan kita mulai melihat bahwa kita adalah waktu.

Kita adalah lahan yang dibuka oleh jejak-jejak memori di dalam koneksi-koneksi di antara neuron-neuron kita. Kita adalah memori. Kita adalah nostalgia. Dan kita mengharapkan masa depan yang tidak akan pernah datang.

Lahan yang dibuka dengan cara ini, dengan memori dan pengharapan (penantian masa depan), adalah waktu. Kadang menjadi sumber kesedihan, namun pada akhirnya menjadi karunia yang luar biasa. Ucap Rovelli.

Temuan para fisikawan kuantum -- bahwa waktu fisika tidak ada -- bisa sangat menakutkan bagi banyak orang. Sesuatu yang tidak disukai. Tidak disukai sebagaimana awalnya ide-ide rasional para filosof/saintis pra-Sokrates dari Yunani Kuno, para “fusikoi”. Atau pandangan Kopernikus tentang heliosentrisme. Juga penjelasan evolusi organisme yang dibawa oleh Darwin.

Banyak orang tidak suka dengan penjelasan-penjelasan yang dibawa oleh sains tersebut. Mengganggu kelaziman common-sense di tengah masyarakat. Ada ketakutan-ketakutan yang ditimbulkan. Akan tetapi, sains adalah common-sense yang diperbaiki terus-menerus. Termasuk tentang waktu.