Monday, February 25, 2019

ABAELARDUS

Berikut ini adalah sebuah penalaran, dimulai dari premis-premis dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan.

Jokowi PKI
Jokowi bukan PKI
Maka, Prabowo Kristen.

Terkait validitas (keabsahan) suatu penalaran, mungkin banyak orang, melalui intuisi spontan, merasa aneh terhadap penalaran tersebut, dan kemudian berpendapat bahwa penalaran tersebut tidak-valid. Secara logika proposisional, argumen di atas valid (vacuously valid).

Menurut Petrus Abaelardus, atau Pierre Abélard (1079-1142 M), suatu argumen memiliki validitas bukan karena konten semantik pada proposisi-proposisi di dalam argumen tersebut, melainkan karena hubungan-hubungan formal di antara proposisi-proposisi yang ada.

Abaelardus membedakan antara argumen yang valid berdasar forma (bentuknya) dan argumen yang valid berdasar kontennya. Namun, bagi filosof Skolastik ini, hanya argumen yang valid secara formal yang dianggap sempurna.

Abaelardus dapat disebut sebagai logikawan terpenting pertama pada era Abad Pertengahan. Pengaruh Abaelardus di kajian logika saat itu terutama ialah memunculkan ketertarikan kembali pada persoalan seputar forma-forma sintaktik. Ia mengembangkan apa yang telah dirintis oleh Aristoteles. Abaelardus juga dianggap melanjutkan Khrusippos, atau Chrysippus (279-206 SM), pemikir Yunani yang merintis pemformalan logika proposisional.

Abaelardus menyelidiki hubungan-hubungan antara premis-premis dan konklusi-konklusi pada argumen-argumen deduktif. Ia merupakan salah satu orang pertama yang memberi penekanan sifat sintaktik atas validitas.

Pemikiran penting Abaelardus lainnya adalah soal universalia (pengertian-pengertian umum). Terkait karakter hal universal atas term-term general, Ia berusaha melacaknya lebih pada konsep di dalam pikiran daripada pada apa yang berada di luar pikiran.

Menurut Abaelardus, term-term general (misal keadilan, kecantikan, merah, dll.) memiliki eksistensi. Namun, hal-hal universal atau objek-objek abstrak di balik atau di belakang term-term general tersebut tidak benar-benar memiliki eksistensi.

Hal-hal universal hanya kata-kata saja. Kata-kata yang memiliki makna-makna. Bagi Abaelardus, persoalan terkait hal-hal universal tersebut bukan tentang menentukan apa mereka, namun tentang menjelaskan bagaimana kata-kata tersebut berarti, apa yang ditandakan oleh kata-kata tersebut. Hal ini terkait makna.

Pemikiran semacam ini kemudian dikenal dengan istilah “nominalisme”, sebagaimana pemikiran yang ada pada Roscellinus (1050-1125 M), yang juga dirintis Aristoteles. Nominalisme berpendapat bahwa objek-objek abstrak, sifat-sifat, dan hal-hal universal tidak memiliki eksistensi. Entitas-entitas abstrak ini hanya memiliki eksistensi pada bahasa, pada term-term predikat yang digunakan untuk mengumpulkan secara bersama-sama hal-hal partikular. Oleh karena itu, entitas-entitas abstrak tersebut hanya memiliki eksistensi “pada nama saja”.

Pandangan nominalisme ini berbeda dengan, misalnya, pandangan Platonisme. Menurut Platonisme, objek-objek abstrak memiliki eksistensi. Di dalam matematika, pemikiran ini serupa dengan pendapat yang meyakini eksistensi objek-objek abstrak seperti bilangan asli, himpunan, ruang, dll., dan objek-objek yang diacu olehnya.

Abaelardus dilahirkan dari keluarga bangsawan Prancis yang kemudian memilih menanggalkan kebangsawanannya beserta warisan kekayaan, untuk menggeluti karir akademisi.

Ia mungkin pernah belajar pada Roscellinus dari Compiegne, seorang nominalis yang telah disebut di atas. Kemudian, Abaelardus belajar pada William dari Champeaux di sekolah Notre Dame, Paris, tempat di mana kemudian Abaelardus juga menjadi pengajar di sekolah tersebut. Meski terkenal arogan, namun Abaelardus adalah seorang yang cerdas. Ia juga mendirikan sekolah sendiri.

Salah seorang murid Abaelardus adalah seorang gadis muda bernama Heloise, yang merupakan keponakan Fulbert, seorang kaya dan termasyur di Paris. Abaelardus saat itu menjadi guru privat Heloise di rumah Fulbert. Pengajaran kemudian diwarnai aroma asmara antara guru dengan murid, dan mengakibatkan kehamilan Heloise. Dari mereka, lahirlah seorang anak yang diberi nama Astrolabe.

Setelah peristiwa tersebut, Abaelardus kemudian mengirim Heloise ke biara di Argenteuil, untuk menjadi biarawati. Sementara itu, Fulbert marah besar dan kemudian membayar preman-preman untuk menghajar dan mengebiri Abaelardus, sebagai hukuman atas perbuatan Abaelardus.

Setelah dikebiri, kehidupan Abaelardus kemudian berpindah-pindah dari satu biara ke biara lainnya, sebagai rahib. Sekian waktu kemudian, Ia kembali mengajar di Paris. Namun kemudian, Ia dibungkam oleh pihak gereja dengan tuduhan menyebarkan bid’ah. Abaelardus juga dipaksa untuk membakar buku-buku yang pernah Ia tulis.

Hari ini, di pemakaman Pere-Lachaise, Paris, bersemayam kuburan Abaelardus yang berdampingan dengan kuburan Heloise. Menurut kabar, kuburan mereka banyak dikunjungi oleh para peziarah yang sedang mencari ketenangan batin akibat kegagalan cinta.