Berikut ini adalah sebuah penalaran, dimulai dari
premis-premis dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan.
Jokowi PKI
Jokowi bukan PKI
Maka, Prabowo Kristen.
Terkait validitas (keabsahan) suatu penalaran, mungkin
banyak orang, melalui intuisi spontan, merasa aneh terhadap penalaran tersebut,
dan kemudian berpendapat bahwa penalaran tersebut tidak-valid. Secara logika
proposisional, argumen di atas valid (vacuously
valid).
Menurut Petrus Abaelardus, atau Pierre Abélard (1079-1142
M), suatu argumen memiliki validitas bukan karena konten semantik pada
proposisi-proposisi di dalam argumen tersebut, melainkan karena
hubungan-hubungan formal di antara proposisi-proposisi yang ada.
Abaelardus membedakan antara argumen yang valid berdasar
forma (bentuknya) dan argumen yang valid berdasar kontennya. Namun, bagi
filosof Skolastik ini, hanya argumen yang valid secara formal yang dianggap
sempurna.
Abaelardus dapat disebut sebagai logikawan terpenting
pertama pada era Abad Pertengahan. Pengaruh Abaelardus di kajian logika saat
itu terutama ialah memunculkan ketertarikan kembali pada persoalan seputar
forma-forma sintaktik. Ia mengembangkan apa yang telah dirintis oleh Aristoteles.
Abaelardus juga dianggap melanjutkan Khrusippos, atau Chrysippus (279-206 SM),
pemikir Yunani yang merintis pemformalan logika proposisional.
Abaelardus menyelidiki hubungan-hubungan antara
premis-premis dan konklusi-konklusi pada argumen-argumen deduktif. Ia merupakan
salah satu orang pertama yang memberi penekanan sifat sintaktik atas validitas.
Pemikiran penting Abaelardus lainnya adalah soal universalia
(pengertian-pengertian umum). Terkait karakter hal universal atas term-term
general, Ia berusaha melacaknya lebih pada konsep di dalam pikiran daripada
pada apa yang berada di luar pikiran.
Menurut Abaelardus, term-term general (misal keadilan,
kecantikan, merah, dll.) memiliki eksistensi. Namun, hal-hal universal atau
objek-objek abstrak di balik atau di belakang term-term general tersebut tidak
benar-benar memiliki eksistensi.
Hal-hal universal hanya kata-kata saja. Kata-kata yang
memiliki makna-makna. Bagi Abaelardus, persoalan terkait hal-hal universal
tersebut bukan tentang menentukan apa mereka, namun tentang menjelaskan
bagaimana kata-kata tersebut berarti, apa yang ditandakan oleh kata-kata
tersebut. Hal ini terkait makna.
Pemikiran semacam ini kemudian dikenal dengan istilah
“nominalisme”, sebagaimana pemikiran yang ada pada Roscellinus (1050-1125 M),
yang juga dirintis Aristoteles. Nominalisme berpendapat bahwa objek-objek
abstrak, sifat-sifat, dan hal-hal universal tidak memiliki eksistensi.
Entitas-entitas abstrak ini hanya memiliki eksistensi pada bahasa, pada
term-term predikat yang digunakan untuk mengumpulkan secara bersama-sama
hal-hal partikular. Oleh karena itu, entitas-entitas abstrak tersebut hanya
memiliki eksistensi “pada nama saja”.
Pandangan nominalisme ini berbeda dengan, misalnya,
pandangan Platonisme. Menurut Platonisme, objek-objek abstrak memiliki
eksistensi. Di dalam matematika, pemikiran ini serupa dengan pendapat yang
meyakini eksistensi objek-objek abstrak seperti bilangan asli, himpunan, ruang,
dll., dan objek-objek yang diacu olehnya.
Abaelardus dilahirkan dari keluarga bangsawan Prancis yang
kemudian memilih menanggalkan kebangsawanannya beserta warisan kekayaan, untuk
menggeluti karir akademisi.
Ia mungkin pernah belajar pada Roscellinus dari Compiegne,
seorang nominalis yang telah disebut di atas. Kemudian, Abaelardus belajar pada
William dari Champeaux di sekolah Notre Dame, Paris, tempat di mana kemudian
Abaelardus juga menjadi pengajar di sekolah tersebut. Meski terkenal arogan,
namun Abaelardus adalah seorang yang cerdas. Ia juga mendirikan sekolah
sendiri.
Salah seorang murid Abaelardus adalah seorang gadis muda
bernama Heloise, yang merupakan keponakan Fulbert, seorang kaya dan termasyur
di Paris. Abaelardus saat itu menjadi guru privat Heloise di rumah Fulbert.
Pengajaran kemudian diwarnai aroma asmara antara guru dengan murid, dan
mengakibatkan kehamilan Heloise. Dari mereka, lahirlah seorang anak yang diberi
nama Astrolabe.
Setelah peristiwa tersebut, Abaelardus kemudian mengirim
Heloise ke biara di Argenteuil, untuk menjadi biarawati. Sementara itu, Fulbert
marah besar dan kemudian membayar preman-preman untuk menghajar dan mengebiri
Abaelardus, sebagai hukuman atas perbuatan Abaelardus.
Setelah dikebiri, kehidupan Abaelardus kemudian
berpindah-pindah dari satu biara ke biara lainnya, sebagai rahib. Sekian waktu
kemudian, Ia kembali mengajar di Paris. Namun kemudian, Ia dibungkam oleh pihak
gereja dengan tuduhan menyebarkan bid’ah. Abaelardus juga dipaksa untuk
membakar buku-buku yang pernah Ia tulis.
Hari ini, di pemakaman Pere-Lachaise, Paris, bersemayam
kuburan Abaelardus yang berdampingan dengan kuburan Heloise. Menurut kabar,
kuburan mereka banyak dikunjungi oleh para peziarah yang sedang mencari
ketenangan batin akibat kegagalan cinta.