Beberapa waktu yang lalu, seorang ibu yang
mengendarai sepeda onthel ditabrak
oleh pengendara sepeda motor di jalan kecil depan rumah saya. Beberapa waktu
yang lalu pula, tetangga saya yang mengendarai sepeda motor ditabrak mobil dari
arah belakang di jalan raya Yogya-Solo. Meski berbeda waktu dan lokasi, namun terdapat
peristiwa yang sama: kecelakaan di jalanan.
Keadaan lalu lintas di jalanan perkotaan di Indonesia saat ini dapat
dikatakan kurang nyaman bagi para pengguna. Berbagai lalu lalang kendaraan bermesin,
baik sepeda motor, mobil, bus, maupun truck, berebutan menggunakan jalan.
Berbagai pelanggaran peraturan lalu lintas terjadi, dan demikian pula berbagai
kecelakaan. Tidak hanya itu saja, pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
gas buang kendaraan bermesin mengakibatkan keadaan udara kawasan perkotaan semakin
tercemar gas yang dapat menggangu kesehatan manusia.
Bertambah melimpahnya kendaraan bermesin di jalanan
dibarengi dengan berkurangnya kendaraan tidak bermesin seperti sepeda, becak,
dan andong atau delman. Pejalan kaki juga berkurang. Kendaraan bermesin
mempercepat mobilisasi manusia. Di sisi lain, kendaraan bermesin juga “merajai”
atau menguasai jalanan yang
mengakibatkan ketidaknyamanan pengguna kendaraan tidak bermesin di jalanan,
juga pejalan kaki. Pada saat ini, kendaraan bermesin yang paling diminati dan
menjadi populer adalah sepeda motor. Angkutan atau transportasi umum kurang
diminati oleh masyarakat.
Sepeda motor adalah salah satu sarana transportasi
produk teknologi yang terus berkembang. Namun di Indonesia, dan juga di
beberapa negara lainnya, sepeda motor selain membantu memfasilitasi aktivitas
dan mobilisasi manusia, juga menimbulkan persoalan.
Beralih
ke Kendaraan Bermesin
Teknologi di berbagai bidang terus berkembang dan
mempengaruhi cara hidup masyarakat. Perubahan cara hidup tersebut mengakibatkan
perubahan cara berpikir dan perubahan kebudayaan secara umum. Manusia di jaman
teknologi serba cepat saat ini juga memiliki aktivitas dan mobilitas tinggi. Masyarakat
menuntut sarana yang dapat mengakomodasi aktivitas dan mobilitas tinggi mereka.
Masyarakat menginginkan transportasi yang cepat, murah, tepat waktu, aman, dan
nyaman untuk memfasilitasi aktivitas mereka.
Kendaraan tidak bermesin, dalam hal ini sepeda,
becak, dan andong atau delman, semakin tersingkir dari jalanan di Indonesia. Pejalan
kaki juga berkurang. Tersingkirnya kendaraan tidak bermesin ini antara lain dikarenakan,
pertama, alasan aktivitas manusia saat ini, di dalam mobilitas yang tinggi dan
dengan jarak yang lebih jauh, telah terfasilitasi oleh kendaraan bermesin.
Untuk jarak yang sama, dengan menggunakan kendaraan bermesin dapat ditempuh
dengan waktu yang lebih sedikit dan energi yang lebih sedikit dibandingkan jika
ditempuh dengan kendaraan tidak bermesin.
Kedua, suasana jalanan yang semakin dibanjiri
kendaraan bermesin mengakibatkan pengguna kendaraan tidak bermesin menjadi
tidak aman dan tidak nyaman. Becak dan andong sering disalahkan sebagai pihak
yang mengakibatkan kemacetan di jalan raya. Para pengguna mobil dan sepeda
motor menyalahkan becak dan andong yang memperlambat arus lalu lintas di jalan.
Pemerintah akhirnya mengambil kebijakan menyingkirkan becak dan andong dari jalanan. Para pengguna
becak dan andong sendiri menganggap bahwa suasana jalanan tidak lagi
memungkinkan bagi keamanan mereka. Kecelakaan sering terjadi, misal becak atau
andong yang ditabrak mobil.
Hal serupa juga terjadi pada para pengguna sepeda.
Setidaknya ada dua alasan utama para pengguna sepeda beralih ke mode
transportasi bermesin, terutama ke sepeda motor. Pertama, alasan praktis dan
terjangkaunya harga sepeda motor. Kedua, alasan keamanan. Sebagaimana yang
terjadi pada becak dan andong, para pengguna sepeda merasa bahwa jalanan saat
ini tidak aman bagi para pengguna sepeda. Jalan dipenuhi oleh kendaraan bermesin yang melaju dengan
kecepatan relatif kencang. Keadaan tersebut dapat mengancam keselamatan para
pengguna sepeda. Para pengguna sepeda sering ditabrak oleh kendaraan bermesin.
Jalanan tidak nyaman dan tidak aman lagi bagi pengguna kendaraan tidak
bermesin.
Sedangkan berkurangnya pejalan kaki yang biasa
menempuh jarak dekat setidaknya disebabkan oleh suasana jalan dan trotoar yang ada saat ini. Di
kawasan perkotaan Indonesia, banyak trotoar yang sedianya diperuntukkan bagi
para pejalan kaki malah dipenuhi oleh para pedagang kaki lima dan beberapa parkir sepeda motor. Akibatnya, para
pejalan kaki harus berjalan melalui pinggir jalan, bukan melalui trotoar karena
trotoar dipenuhi pedagang kaki lima
dan beberapa parkir sepeda motor. Padahal, jalanan
dipenuhi oleh lalu lalang kendaraan bermesin yang melaju dengan kecepatan yang
relatif kencang. Para pejalan kaki yang berjalan melalui sisi jalan dapat
tertabrak, atau minimal terserempet, oleh lalu lalang kendaraan bermesin yang
memadati jalan. Pejalan kaki merasa tidak aman dan tidak nyaman. Di saat yang
bersamaan, sepeda motor tersedia di pasaran. Sepeda motor memfasilitasi
mobilitas mereka. Banyak orang yang kemudian menggunakan sepeda motor untuk
mobilitas mereka, bahkan hanya untuk menempuh jarak yang dekat seperti antar
kampung.
Pasar
dan Pemerintah
Produksi kendaraan bermesin terus meningkat.
Kendaraan bermesin yang paling digemari di Indonesia, dan karenanya membanjiri
jalanan di perkotaan, adalah sepeda motor. Produksi sepeda motor meningkat dan dengan
berbagai model dan teknologi yang selalu berinovasi.
Sepeda motor merupakan kendaraan yang praktis,
ringkas, dan relatif terjangkau harganya saat ini hingga lapisan masyarakat
klas bawah. Perawatan sepeda motor relatif mudah dan pajaknya juga relatif
murah. Setiap lapisan masyarakat saat ini dapat memiliki sepeda motor. Dengan
demikian, permintaan terhadap sepeda motor juga terus bertambah. Bahkan, keberadaan
sepeda motor dikondisikan untuk terus bertambah melalui berbagai inovasi baru
produk-produk sepeda motor. Indonesia menjadi pasar yang besar bagi konsumsi
sepeda motor. Dengan kata lain, Indonesia menjanjikan keuntungan besar bisnis di
sektor otomotif, dalam hal ini sepeda motor.
Peningkatan permintaan sepeda motor di pasar kemudian
diikuti kenaikan produksi dan penawaran produk sepeda motor. Namun sisi
produksi tidak statis. Sektor produksi sepeda motor terus berinovasi
menciptakan produk-produk baru yang kemudian ditawarkan ke pasar, yang hal ini
akan membentuk pasar atau membentuk trend baru di pasar. Sistem ekonomi pasar
bekerja.
Melimpahnya jumlah produk sepeda motor di pasar
mengakibatkan harga sepeda motor semakin menurun secara relatif, yakni dibarengi
dengan naiknya kemampuan daya beli masyarakat terhadap sepeda motor. Kenaikan
relatif daya beli terhadap sepeda motor ini memang diciptakan agar produk
sepeda motor yang beredar di pasar dapat tetap terserap oleh konsumen. Salah
satu cara peningkatan penyerapan atau kemampuan konsumsi produk sepeda motor
ini adalah dengan diperkenalkannya pembelian sepeda motor model kredit konsumsi
secara mudah.
Perbankan membaca peluang untuk dapat turut bermain
di sektor otomotif, dalam hal ini sepeda motor, melalui berbagai produknya. Lembaga-lembaga
kredit atau pembiayaan (leasing) bermunculan.
Dunia perbankan menciptakan produk-produk pinjaman konsumsi dengan syarat dan
ketentuan yang relatif mudah dan terjangkau hingga masyarakat lapisan paling
bawah. Lembaga-lembaga finansial menyediakan fasilitas bagi masyarakat untuk
dapat mengakses konsumsi produk-produk sepeda motor di pasar. Pada saat ini, hanya
dengan uang muka sekitar Rp. 500.000, masyarakat sudah dapat membeli dan
membawa pulang satu unit sepeda motor baru.
Produsen sepeda motor terus bekerja memproduksi
untuk memenuhi permintaan pasar, sekaligus untuk menciptakan pasar baru melalui
berbagai inovasi yang akan menggerakkan trend. Aktivitas sektor produksi ini
menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, pemerintah juga berkepentingan agar sektor
produksi sepeda motor terus beraktivitas karena dapat mengurangi persoalan
pengangguran. Pemerintah melemparkan sebagian persoalan pengangguran kepada
bekerjanya produsen-produsen sepeda motor. Pengangguran merupakan persoalan
yang sensitif di dalam ekonomi suatu negara. Salah satu persoalan penting,
yakni ketenagakerjaan, dapat diatasi untuk sementara melalui sektor industri
sepeda motor. Pemerintah bertindak lebih pragmatis.
Pemerintah juga mendapatkan keuntungan lain dari
keberadaan sepeda motor di masyarakat. Sepeda motor dikenakan pajak tahunan dan
hal ini berarti pula pendapatan keuangan bagi pemerintah daerah. Pajak
merupakan salah satu unsur penting pendapatan negara. Pembangunan di daerah
membutuhkan biaya yang salah satu sumber pendanaanya diperoleh dari pajak
sepeda motor. Asumsi sederhananya adalah bahwa pertambahan jumlah unit sepeda
motor yang dimiliki masyarakat akan mengakibatkan pertambahan pajak yang
diterima pemerintah. Apalagi, pajak sepeda motor model termutakhir akan lebih
mahal dibanding dengan pajak sepeda motor model lama.
Kurang
Nyaman di Angkutan Umum.
Jalanan dibanjiri sepeda motor. Pada saat yang sama,
transportasi umum lamban pertambahannya, bahkan ada yang mulai berkurang
jumlahnya. Masyarakat seolah telah enggan menggunakan transportasi umum dan
lebih memilih sepeda motor. Persoalan membanjirnya sepeda motor di jalanan,
atau di pasar, tidak luput dari kinerja pemerintah di dalam kebijakan sarana
umum, dalam hal ini transportasi umum.
Transportasi umum di Indonesia, dalam hal ini di
perkotaan, memiliki kekurangan yang mengakibatkan masyarakat meninggalkan
penggunaan transportasi umum dan beralih ke sepeda motor. Selain harga sepeda
motor yang relatif semakin terjangkau, di sisi transportasi umum itu sendiri
juga terdapat persoalan.
Pertama, soal biaya. Dibandingkan dengan biaya yang
harus dikeluarkan ketika menggunakan transportasi umum, maka biaya untuk sepeda
motor lebih murah. Pada saat ini, ketika harga jual bensin per liter dipatok
Rp. 4.500, masyarakat lebih memilih menggunakan sepeda motor dibanding
menggunakan transportasi umum, terutama di perkotaan. Satu liter bensin telah
dapat digunakan untuk menempuh perjalanan harian dengan kemampuan mobilitas
lebih tinggi. Sedangkan dengan
transportasi umum, masyarakat harus mengeluarkan biaya-biaya yang berbeda-beda
di masing-masing tujuan perjalanan. Pada
setiap perjalanan yang
berbeda diperlukan
pengeluaran atau biaya yang baru dan berbeda.
Kedua, ketepatan waktu. Transportasi umum sering
tidak tepat waktu, baik itu terlalu lambat maupun terlalu cepat. Ketidaktepatan
waktu ini terjadi baik pada saat kedatangan transportasi umum di suatu terminal
atau pangkalan, maupun keberangkatan dari terminal atau pangkalan bersangkutan.
Aktivitas masyarakat perkotaan yang serba padat membutuhkan ketepatan waktu,
karena hal ini berkaitan dengan perhitungan jadwal-jadwal aktivitas mereka.
Masyarakat perkotaan kurang memiliki waktu luang yang lebih banyak. Ketepatan
waktu sarana transportasi menjadi salah satu variabel yang diperhitungkan oleh
masyarakat, terutama perkotaan, di dalam aktivitas keseharian mereka.
Ketiga, keamanan. Berbagai persitiwa kriminal sering
terjadi di dalam transportasi umum, misal pencopetan, perampasan, pelecehan
sexual, hingga pemerkosaan yang justru dilakukan oleh awak transportasi umum
seperti di Jakarta. Para pelaku kejahatan relatif leluasa di dalam aksi mereka,
bahkan di tengah-tengah keramaian penumpang transportasi umum di siang hari.
Para pengguna transportasi umum sering was-was dan khawatir ketika mereka
menggunakan transportasi umum, dengan pikiran penuh curiga terhadap penumpang
yang lain. Rasa khawatir dan curiga tersebut bukan tanpa alasan karena pada
kenyataannya kejahatan memang sering terjadi di dalam transportasi umum. Banyak
awak transportasi umum, misal sopir dan kernet bus, yang mengetahui aksi para
penjahat di atas kendaraan mereka namun tidak berdaya dengan aksi kejahatan
tersebut. Para awak transportasi umum tersebut takut dengan para pelaku
kriminal dan memilih diam. Penumpang menjadi korban kejahatan.
Keempat, kenyamanan. Manusia membutuhkan kenyamanan
di dalam berbagai kesempatan, termasuk ketika berada di dalam transportasi
umum. Kenyamanan tersebut dapat dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan sampingan
lainnya, atau hanya sekedar istirahat. Namun kenyamanan ini kurang didapatkan
di dalam transportasi umum saat ini. Salah satu penyebab hilangnya kenyamanan
di dalam transportasi umum, misal pada bus umum, adalah cara sopir membawakan
kendaraan umum bersangkutan. Sopir sering mengendarakan kendaraan secara ugal-ugalan
dan kebut-kebutan, dengan alasan demi uang setoran yang diberikan ke pemilik
kendaraan. Sebagai akibatnya, transportasi umum sering mengalami kecelakaan. Keselamatan
penumpang menjadi nomor dua, dikalahkan oleh kepentingan perolehan pendapatan uang.
Suasana di dalam transportasi umum yang penuh sesak
berjubal penumpang, udara pengap dan panas, tidak ada kesempatan untuk duduk,
rasa was-was dan curiga terhadap penumpang yang lain, kendaraan yang berjalan
ugal-ugalan dan tidak tepat waktu, merupakan kombinasi yang mengakibatkan
hilangnya rasa kenyamanan ketika berada di dalam transportasi umum. Masyarakat
merasa tidak nyaman ketika berada di dalam kendaraan umum saat ini. Keberadaan
sepeda motor menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat dan semakin digemari.
Transportasi
dan Tata Ruang
Di daerah perkotaan, pemukiman penduduk berbentuk
perkampungan padat penghuni dengan gang-gang atau jalan kecil yang
menghubungkan antar kampung maupun antara kampung dengan jalan besar. Lebar
jalan atau gang yang sempit mengakibatkan kendaraan besar roda empat sulit
masuk perkampungan, bahkan banyak yang tidak dapat masuk ke dalam perkampungan
sama sekali. Transportasi umum kendaraan roda empat yang bersifat masal,
seperti bus, tidak dapat menjangkau seluruh daerah perkampungan. Transportasi umum roda empat hanya dapat melewati
jalan-jalan besar yang terletak di luar area perkampungan.
Tata ruang perkotaan di Indonesia saat ini mengakibatkan
kendaraan transportasi umum masal, seperti bus dan trem, sulit menjangkau
seluruh area secara merata. Pemukiman penduduk berbentuk blok-blok perkampungan
dan perumahan dengan jalan-jalan atau gang-gang yang kecil dan sempit. Telah
terlanjur padatnya perkampungan penduduk di perkotaan juga mengakibatkan kecil
kemungkinan terwujudnya transportasi subway.
Pembangunan subway (misal penggalian
terowongan) terkendala oleh telah padatnya perkampungan penduduk di atas
permukaan tanah. Belum lagi ditambah persoalan drainase dan saluran air. Demikian
juga dengan transportasi layang seperti kereta monorail.
Pemerintah di tingkat pusat maupun daerah seolah
terbiasa tidak memiliki rencana tata ruang jangka panjang dan terpadu antar
bidang, misal menyangkut pemukiman penduduk, saluran air, dan sarana mobilisasi
masyarakat. Keadaan jalan-jalan di Indonesia yang relatif kecil dan sempit
mengkondisikan kendaraan roda empat sulit beroperasi. Jalan-jalan yang relatif
kecil tersebut lebih sesuai bagi beroperasinya kendaraan kecil seperti sepeda
motor, sehingga sepeda motor semakin meningkat jumlahnya. Semenjak harga sepeda
motor semakin terjangkau dan pasokan sepeda motor di pasar semakin melimpah,
masyarakat memilih menggunakan sepeda motor untuk berbagai aktivitas. Pejalan
kaki dan pemakai sepeda menurun jumlahnya.
Keberadaan sepeda motor mengakibatkan masyarakat
memilih mengendarai sepeda motor daripada jalan kaki atau menggunakan sepeda,
terutama untuk perjalanan antar kampung yang berjarak tidak terlalu jauh namun
juga tidak dekat. Masyarakat telah terbiasa menggunakan alat transportasi
bermesin, sehingga banyak yang enggan untuk tidak menggunakan kendaraan
bermesin. Aktivitas masyarakat perkotaan yang padat di satu sisi serta pasokan
sepeda motor yang membanjiri pasaran di sisi lain, mengakibatkan masyarakat
lebih memilih dan terbiasa menggunakan sepeda motor di area pemukiman
perkampungan perkotaan.
Sedangkan di daerah luar kota, terutama di luar
Jawa, keberadaan sepeda motor sebenarnya justru membantu masyarakat di dalam
aktivitas sehari-hari. Masyarakat di luar kota dapat melakukan mobilisasi secara
lebih cepat dengan menggunakan sepeda motor, misalnya untuk keperluan ekonomi,
pendidikan, dan pemerintahan. Masyarakat pedesaan, terutama masyarakat yang
tinggal di daerah-daerah terpencil, dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya di
dalam mobilitas keseharian, terutama apabila diharuskan menempuh perjalanan
jauh antar daerah. Misalnya perjalanan ke luar daerah.
Di daerah luar kota, transportasi umum masih jarang,
tidak sebagaimana di kota-kota besar di mana transportasi umum tersedia setiap
saat. Jalan-jalan di daerah luar kota juga tidak sebagus di perkotaan.
Jalan-jalan di luar kota tersebut banyak yang masih berupa tanah dan batu,
belum diaspal, dan dengan ukuran yang sempit-sempit. Perjalanan dari satu desa
ke desa lain, bahkan ke kota kecamatan bersangkutan, dapat memakan waktu yang
relatif lama jika ditempuh dengan berjalan kaki atau kendaraan tidak bermesin.
Keberadaan sepeda motor yang harganya relatif terjangkau masyarakat lapisan
bawah mengakibatkan mobilitas warga di daerah luar kota semakin efisien dan
efektif. Masyarakat dapat menempuh perjalanan dengan memakan waktu yang lebih
cepat untuk suatu jarak yang sama. Sepeda motor telah membantu peningkatan
efektifitas dan efisiensi aktivitas masyarakat luar kota di dalam berbagai
bidang.
Penutup
Aktivitas manusia yang semakin padat membutuhkan
sarana yang dapat memfasilitasi mobilitas mereka. Kendaraan bermesin
menyediakan kebutuhan mobilitas tersebut. Namun keberadaan kendaraan bermesin
di jalanan juga turut mengurangi tingkat kenyamanan pengguna kendaraan tidak
bermesin, sehingga kendaraan tidak bermesin mulai berkurang dan diganti
kendaraan bermesin. Keadaan transportasi umum di Indonesia saat ini yang belum
ideal mengakibatkan banyak orang beralih memanfaatkan kendaraan sepeda motor
yang produksinya terus meningkat dan dengan harga jual yang relatif terjangkau
bagi segala kalangan. Keadaan tata ruang di Indonesia juga mengakibatkan
semakin populernya sepeda motor sebagai sarana transportasi. Sepeda motor
membanjiri jalanan, baik itu di kota maupun di desa. Di satu sisi, keberadaan
sepeda motor membantu mobilitas masyarakat. Namun di sisi lain, keberadaan
sepeda motor juga menimbulkan persoalan yang lain.
Keberadaan sepeda motor tidak semata persoalan mode
transportasi yang digemari masyarakat. Keberadaan sepeda motor juga menyangkut
kepentingan produsen dan pemerintah, dalam hal ini persoalan ekonomi. Produksi
sepeda motor adalah ceruk profit bagi bisnis sektor otomotif dan sektor
finansial melalui berbagai produk kredit konsumsi. Produksi sepeda motor juga telah
menyerap tenaga kerja dan kepemilikan sepeda motor telah menambah pajak yang
masuk ke kas pemerintah. Pemerintah juga diuntungkan dengan keberadaan sepeda
motor sebagai solusi pragmatis bagi persoalan sarana transportasi yang diakibatkan
oleh model tata ruang pemukiman di Indonesia dan pembangunan jalan, atau sarana
mobilisasi, yang kurang berwawasan jauh ke depan dan kurang terpadu antar
bidang.***
Yogyakarta,
30 Oktober 2012