Thursday, July 2, 2015

DUA BERITA SEX DARI AMERIKA

Menjelang berakhirnya bulan Juni 2015, ada dua berita tentang peristiwa di Amerika Serikat yang mencuri perhatian saya.

Berita pertama. Website Live Science 24 Juni 2015 menerbitkan tulisan soal pasangan selebritis Kim Kardashian dan Kanye West yang dikabarkan telah memilih jenis kelamin (sex) bagi anak mereka. Hal tersebut dilakukan selama in vitro fertilization (IVF) procedure, sebuah prosedur pembuahan sel telur di laboratorium dan kemudian diimplant ke dalam uterus. Di dalam prosedur ini, dimungkinkan dilakukannya pemilihan (screen) pada embrio untuk menentukan jenis kelamin bayi yang akan dikandung.

Pada kasus Kardashian-West, menurut sumber US Weekly, hanya embrio-embrio jantan yang diimplant. Namun kabar tersebut kemudian dibantah oleh pihak Kardashian-West.

Tindakan seleksi jenis kelamin bayi memang memicu perdebatan. Sebagian besar kalangan menyetujui tindakan ini dengan alasan medis. Misal, dilakukan untuk menghindari suatu penyakit tertentu seperti hemophilia. Sedangkan praktek seleksi jenis kelamin yang bertujuan non-medis ditolak, atau setidaknya dikritik. Praktek pemilihan jenis kelamin calon bayi dianggap dapat mendukung sexism, yang dapat berujung pada perendahan jenis kelamin tertentu dan pengunggulan jenis kelamin lainnya.

Beberapa pasangan mungkin akan melakukan praktek seleksi jenis kelamin calon bayi mereka dikarenakan mereka  semata menginginkan anak laki atau perempuan. Perilaku tersebut mungkin mengarah pada sexist dan tindakan diskriminasi sex. Diskriminasi sex bisa saja kemudian berkelindan dengan diskriminasi gender.

Di pihak lain, mungkin akan ada beberapa orang tua yang telah memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu dan menginginkan anak selanjutnya dengan jenis kelamin lawannya. Beberapa kalangan, secara etis, menerima tindakan ini, dan menamakannya sebagai “penyeimbangan keluarga”.

Praktek seleksi sex dapat berlanjut lebih jauh pada praktek pemilihan sifat-sifat fenotipe pada calon bayi, misal warna rambut, mata, kulit, bahkan kecerdasan. Intinya, terjadi pemilihan sifat-sifat tertentu pada embryo-embryo. Hal ini tentu akan memunculkan implikasi-implikasi lain.

Perkembangan sains dan praktek dunia medis -- dalam hal ini dimungkinkannya pemilihan jenis kelamin selama proses pembuahan sel telur -- akan melahirkan implikasi-implikasi baru. Nilai-nilai baru akan didefinisikan. Ajaran-ajaran lama tentang moral, termasuk agama, akan diadaptasikan dengan praktek-praktek baru tersebut. Persoalan seperti pembenaran poligami yang didasarkan pada alasan tidak imbangnya jumlah jenis kelamin di masyarakat akan mendapat tanggapan baru dari hasil perkembangan sains medis.

Berita kedua. Pada 26 Juni 2015, Mahkamah Agung Amerika Serikat mensahkan pernikahan pasangan sesama jenis. Pasangan homosexual dapat menikah secara legal di Amerika. Langkah Amerika Serikat ini sebelumnya telah didahului oleh bebeberapa negara yang melegalkan pernikahan pasangan homosexual, dimulai dari Belanda tahun 2001.

Pelegalan pernikahan sesama jenis sebenarnya menunjukkan dua fenomena utama, yakni persoalan institusi keluarga melalui pernikahan dan soal homosexualitas itu sendiri.

Pelegalan pernikahan sesama jenis berarti pula bahwa kalangan homosexual dapat membentuk institusi keluarga yang diakui negara. Tanpa pelegalan tersebut, mereka tidak dapat membentuk institusi keluarga yang diakui negara, meski dapat tinggal di satu rumah sebagai pasangan, atau hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Keputusan Mahkamah Agung Amerika berarti jaminan pengakuan dari negara atas pernikahan pasangan homosexual.

Tema pokok di sini adalah tentang institusi keluarga. Engels telah membahas tentang institusi keluarga di dalam The Origin of the Family, Private Property and the State. Institusi keluarga tidak sebatas persoalan prokreasi, membuat keturunan, atau ibadah agama. Institusi keluarga berkaitan dengan hubungan kekuasaan, klas sosial, serta jaminan keperdataan, terutama menyangkut hak kepemilikan dan sistem warisan.

Engels sendiri tidak jarang dituduh homophobia lantaran surat yang ditulisnya untuk Marx tahun 1869 berisi candaan kasar tentang Jean Baptiste von Schweitzer, seorang pemimpin sosialis yang juga gay. Jika Engels, dan juga Marx, tidak berbicara persoalan homosexual, hal ini dapat dimaklumi dikarenakan masih relatif minimnya penelitian dan hasil-hasil penelitian saintifik soal homosexual pada era mereka.

Saat ini, berbagai penelitian saintifik terus berusaha menguak fenomena homosexualitas. Termasuk penelitian di bidang biologi molekuler terkait genetika. Namun perlu diingat, hasil-hasil penelitian sains tetap merupakan hipotesis. Teori-teori tentang homosexualitas yang diklaim sebagai hasil penelitian sains tetap merupakan hipotesis yang bisa berubah ketika ditemukan fakta baru. Baik itu teori yang pro maupun kontra terhadap kalangan homosexual.

Teori-teori di dalam sains jangan diperlakukan sebagaimana ayat-ayat ajaran agama atau teks-teks di kitab suci. Teori-teori sains bersifat tentatif dan hipotetis. Sedangkan ayat-ayat ajaran agama atau teks-teks kitab suci dimengerti sebagai kebenaran yang pasti dan absolut. Meski demikian, di dalam sejarah, pertentangan antara fakta dengan ajaran agama atau teks kitab suci itu sendiri tidak jarang mengakibatkan ditinggalkannya ajaran agama atau teks kitab suci, atau setidaknya dilakukan tafsir ulang terhadap ajaran agama atau teks kitab suci bersangkutan.

Pada tahun 1973, American Psychiatric Association menyatakan homosexual tidak lagi dikategorikan sebagai penyakit mental. Langkah tersebut disusul oleh American Psychological Association dan badan-badan medis utama internasional lainnya. World Health Organization mendeklasifikasikan homosexual dari pathologi pada tahun 1990.

Dua berita di akhir Juni 2015 terkait peristiwa di Amerika Serikat berawal dari pesoalan sex. Kedua peristiwa tersebut telah memiliki panduan-panduan moral yang diwariskan oleh agama-agama lama. Namun, sains memperluas cakrawala dengan temuan fakta-fakta baru, dan tidak jarang memperlihatkan sisi yang berbeda. Selanjutnya, di mana filsafat?***

1 Juli 2015

1 comment: