Pada 17 November 2011, di depan anggota parlemen Australia, di Canberra, Obama mengatakan
bahwa seiring diakhirinya perang di Afghanistan dan Iraq, Obama telah memerintahkan team keamanan
nasional Amerika untuk menjadikan
kehadiran dan misi di Asia Pasifik sebagai prioritas utama. Amerika akan
mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan untuk memelihara kehadiran militer
Amerika di kawasan Asia Pasifik, termasuk di Asia Tenggara dan Samudera India.
Obama juga menyinggung soal Trans-Pacific Partnership
(TPP).[1]
TPP adalah perjanjian dagang
antara beberapa negara di wilayah lingkar Pasifik. TPP merupakan perluasan dari kesepakatan ekonomi empat negara (Brunei,
Chile, Singapura, New Zeland) di tahun 2005 yang bernama Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement (TPSEP).
Pada tahun 2008, lebih banyak negara Pasifik lainnya yang bergabung hingga
berjumlah 12 negara, termasuk Amerika Serikat. Pada tahun 2013, Indonesia
disebut-sebut tertarik bergabung dengan TPP,[2] namun kemudian pihak
Kementrian Perdagangan era Jokowi menyatakan belum tertarik gabung TPP.[3]
TPP akan menjadi sebuah kesepakatan
ekonomi terbesar yang pernah ada di muka bumi, yang
mewakili sekitar 40% GDP dunia dan sepertiga total perdagangan dunia. Obama
mengatakan bahwa TPP merupakan suatu kesepakatan perdagangan paling ambisius
yang akan menjadi satu model bagi seluruh kawasan. TPP juga menggambarkan pergeseran kebijakan luar negeri Amerika,
dari orientasi ke Timur Tengah dan Eropa menjadi ke Asia Timur dan Asia Selatan, dengan istilah “rebalance”. Administrasi Obama
memperkenalkan strategi regional “Poros” ke Asia.
Negosiasi TPP diakhiri pada 5
Oktober 2015 dan saat ini menuju proses ratifikasi di masing-masing negara
anggota. Negosiasi-negosiasi TPP itu sendiri dikabarkan berjalan alot selama
sekitar 5 tahun terakhir. Draft-draft kesepakatan di dalam TPP dinegosiasikan
secara rahasia, tidak terbuka untuk publik.
Namun, sejak tahun 2013, Wikileaks telah membocorkan beberapa teks dari
negosiasi-negosiasi rahasia TPP.[4]
Berdasar dokumen yang
dibocorkan Wikileaks, di dalam chapter Investment, TPP mengintrodusir investor-state dispute settlement
(ISDS), yakni
suatu pengadilan supra-nasional di mana
perusahaan-persuahaan multinasional dapat menuntut suatu negara ke pengadilan
tersebut. Perusahaan multinasional juga dapat memaksa suatu pemerintah untuk
membayar kompensasi jika pengadilan ISDS menyatakan bahwa hukum atau kebijakan
di suatu negara tertentu berpotensi merugikan keuntungan di masa depan (yang
diklaim) perusahaan tersebut. Pengadilan supra-nasional ini akan meningkatkan
kekuatan korporasi-korporasi global. Di sisi lain, sistem ini mengancam
kedaulatan yudisial dan parlemen negara bersangkutan.
Kesepakatan-kesepakatan yang
dicantumkan di dalam chapter Intelectual Property [Rights] TPP berkaitan dengan paten, copyright, merek dagang, dan
desain industrial. Kesepakatan-kesepakatan ini
bisa mengancam hak asasi individu, kemerdekaan sipil, penerbit, provider
layanan internet dan privasi internet. Selain itu juga ancaman bagi milik
bersama atas karya kreatif, intelektual, biologi, dan lingkungan. Juga ancaman
terhadap akses obat-obatan dan petani kecil terkait paten tanaman.
Pada chapter layanan kesehatan, TPP berusaha mengatur skema negara
tentang obat-obatan dan peralatan medis. TPP akan memaksa otoritas layanan kesehatan untuk memberi
informasi pada perusahaan-perusahaan farmasi tentang keputusan-keputusan
nasional terkait akses publik pada obat-obatan, dan memberi wewenang lebih
besar pada perusahaan farmasi untuk menantang keputusan-keputusan yang dianggap
merugikan kepentingan perusahaan-perusahaan farmasi tersebut.
Jika dibandingkan dengan
chapter-chapter TPP lainnya, chapter Lingkungan tampak istimewa. Pada chapter
ini tidak ada klausa-klausa yang diamanatkan dan tidak ada tindakan-tindakan
pelaksanaan yang berarti. Mekanisme penyelesaian perselisihan bersifat tidak
mengikat. Tidak ada hukuman dan sanksi kriminal yang diusulkan.
Isi surat rahasia pertemuan
tingkat menteri TPP Desember 2013 menunjukkan adanya strategi globalisasi dan
privatisasi di dalam Kesepakatan TPP yang bertujuan membatasi
perusahaan-perusahaan milik negara (state-owned
enterprises/SOEs). Perusahaan-perusahaan swasta akan diberi kesempatan
untuk dapat menuntut secara hukum perusahaan-perusahaan milik negara ke
pengadilan domestik. Suatu negara dapat dituntut oleh negara lain anggota TPP,
atau oleh perusahaan swasta dari negara-negara tersebut.
Selama beberapa tahun terakhir ini, negosiasi-negosiasi TPP telah
dilangsungkan secara rahasia. Hanya tiga orang dari masing-masing negara
peserta TPP yang diperbolehkan mengakses teks lengkap kesepakatan TPP.
Sementara itu, sekitar 600 orang “penasihat dagang” diberi hak istimewa untuk
mengakses bagian-bagian penting dari teks perjanjian tersebut. Mereka adalah
para pelobi yang mengawal kepentingan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat
seperti Chevron, Halliburton, Monsanto dan Walmart.
Bagi Amerika Serikat, TPP
seolah merupakan pendahuluan bagi suatu kesepakatan rahasia serupa antara
Amerika dengan Uni Eropa yang bernama Transatlantic
Trade and Investment Partnership (TTIP). Negosiasi TTIP diinisiasi oleh
administrasi Obama pada awal 2013. Gabungan antara TPP dengan TTIP akan
mencakup lebih dari 60% GDP dunia. Kesepakatan serupa yang ketiga yang
melibatkan Amerika Serikat, juga dinegosiasikan secara rahasia, adalah TiSA (Trade in Services Agreement), yang
meliputi 50 negara dari kawasan Eropa, Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan,
Oceania dan Afrika. TiSA diproyeksikan untuk liberalisasi jasa perbankan,
layanan kesehatan, dan transportasi. Ketiganya -- TTP, TTIP, TiSA -- akan
mencakup lebih dari dua per tiga dari total GDP dunia. Julian Assange menyebut
ketiganya berpadu ke dalam grand unified
treaty, sebagai “Perjanjian Agung” (Great
Treaty) yang oleh Pentagon dinyatakan sebagai inti ekonomi bagi konsep
militer Amerika tentang “Poros Asia”.
Meski di kawasan Pasifik, sejauh ini TPP tidak melibatkan Tiongkok.
Padahal, Tiongkok, dengan cadangan devisa terbesar di dunia, merupakan negara
penting bagi ekonomi global. Pada pidato
di depan parlemen Australia 2011, Obama mengatakan akan terus berupaya
membangun hubungan kerja sama dengan Tiongkok. Akan tetapi, beberapa kalangan berpendapat bahwa TPP dimanfaatkan oleh Amerika sebagai salah satu alat untuk melemahkan
pengaruh
Tiongkok. Sementara itu, Bernie Sanders dan Hillary
Clinton -- bakal calon presiden dari
Partai Demokrat -- menentang TPP yang diperjuangkan
Obama dan menganggap bahwa TPP
adalah kemenangan
korporasi-korporasi besar.[5]
Tiongkok sendiri hingga saat ini terus membangun kesepakatan-kesepakatan
ekonomi dengan negara-negara lain. Misal, kesepakatan ASEAN+3, China-Pakistan
Economic Coridor (CPEC), Bangladesh-China-India-Myanmar
(BCIM) Economic Corridor, juga BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South
Africa).
Lebih utama lagi, Tiongkok memiliki One Belt One
Road (OBOR), yakni suatu kerangka kerja dan strategi pembangunan
yang diinisiasi pada September dan Oktober 2013. OBOR memiliki dua komponen. Pertama, Silk Road Economic Belt (SREB), yang akan menghubungkan Tiongkok, Asia Tengah, Asia Barat dan Eropa melalui jalur
darat. Kedua, 21st Century Maritime Silk Road (MSR), yang akan menghubungkan Tiongkok dengan
negara-negara Asia Tenggara, Oceania, Afrika dan Eropa melalui jalur laut. MSR (Jalur Sutera Maritim) pertama kali dikemukakan oleh Presiden Xi Jinping di depan parlemen Indonesia pada Oktober 2013, setahun sebelum Jokowi mengkampanyekan Poros
Maritim.[6]
SREB dan MSR, atau OBOR,
dapat disebut sebagai peta jalan bagi Tiongkok untuk memperkuat ekonomi dan
pengaruh di panggung global. OBOR akan mencakup Asia, Eropa,
Afrika Timur, dan Oceania. Tiongkok juga membentuk SRF (Silk Road Fund) yang diiperuntukkan bagi pendanaan pembangunan dan berperan untuk investasi bisnis berkaitan dengan OBOR.
Selain itu, OBOR tentu akan
memanfaatkan keberadaan AIIB (Asian
Infrastructure Investment Bank). AIIB ditujukan untuk memberi pinjaman uang bagi pembiayaan proyek-proyek
infrastruktur. AIIB sendiri didirikan tahun
2014 serta merupakan alternatif atas keberadaan ADB (Asian Development Bank) yang didominasi Jepang. Indonesia menjadi
salah satu dari 57 negara pendiri AIIB, dan, menurut Menteri Keuangan, menjadi donatur terbesar ke-8 di AIIB
dengan saham 3,7%.[7]
Dalam rangka mengamankan OBOR, Tiongkok berkepentingan memperkuat militer, terutama
armada laut untuk mengamankan Jalur
Sutera Maritim (MSR). Menurut data SIPRI (Stockholm
International Research Peace Institute), di
dalam belanja militer tahun 2014, Tiongkok menduduki peringkat kedua di dunia, sekitar sepertiga
dari belanja Amerika Serikat (US$ 610 milyar).[8] Armada militer Amerika
dan Tiongkok siap menjelajahi lautan Pasifik, Asia Selatan dan Samudra India.
Pada 5 Oktober 2015, masyarakat Indonesia disuguhi eksibisi dan atraksi
militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat perayaan hari ulang tahun TNI. Penampilan Angkatan Laut
dan Angkatan Udara tampak mempesona, seolah memantapkan kebijakan Poros Maritim
ala Jokowi. Hanya saja, postur belanja pertahanan Indonesia terpaut sangat jauh di
bawah Amerika Serikat dan Tiongkok, sehingga Indonesia tidak bisa dikatakan
berada di dalam posisi menandingi kedua negara tersebut secara teknologi
militer. Militer Amerika dan Tiongkok diproyeksikan mengamankan jalur internasional kepentingan mereka. Sedangkan
militer Indonesia cukup diproyeksikan untuk mengamankan jalur nasional dahulu
saja.
Dua poros besar sedang dalam proses pembentukan, yakni Poros Jalur Sutera (OBOR) dan Poros [Asia] Pasifik (TPP). Apakah Poros Maritim Jokowi diproyeksikan sebagai
penyambung dua poros tersebut, atau malah akan hancur tergencet di antara dua
poros raksasa tersebut? Atau ada alternatif lain? Hal yang perlu diingat adalah
bahwa Indonesia berada di tengah pertarungan globalisasi neoliberal.***
Referensi:
[1]
Lihat website Gedung Putih https://www.whitehouse.gov/the-press-office/2011/11/17/remarks-president-obama-australian-parliament
No comments:
Post a Comment